Langsung ke konten utama

LITERASI MEDIA, PENGABDIAN STIKOSA-AWS UNTUK MASYARAKAT JAWA TIMUR





--------------------------------------------------------------------

ABSTRAK

Di Indonesia, gerakan literasi media lahir sebagai bentuk keprihatinan atas tayangan dan produk media yang dinilai mengabaikan fungsi mendidik. Beberapa kelompok media menjadikan hiburan sebagai program utama karena memenuhi selera rendah pasar. Kekerasan, pornografi, dan ketidakpatutan kerapkali menjadi keluhan konsumen. Beberapa tahun lalu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bidang pemantauan media bertumbuhan. Namun karena terkendala biaya operasional, kegiatan ini mati suri. Literasi media menjadi gerakan parsial yang muncul di momen-momen tertentu dan kalah oleh bombardir media massa. Belum selesai dengan urusan literasi media, kita harus menghadapi derasnya perkembangan penggunaan internet dan teknologi informasi. Tahun 2011, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) Jakarta mengadakan penelitian terhadap 250 siswa SMP-SMA di Kotamadya Depok, Jawa Barat tentang penggunaan internet di kalangan remaja. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hampir 60% siswa mengenal internet sejak mereka kelas 4-6 SD. Situs favorit mereka adalah facebook, twitter, Youtube, dan online games. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh informasi tentang efek positif dan negatif dari penggunaan internet. Dari aspek negatif, dampak yang dirasakan berupa gangguan konsentrasi belajar, telat makan, dan mengantuk. Sementara siswa yang aktif di media sosial dan game online mengaku hal tersebut mengganggu  kehidupan sosial mereka terutama dalam hubungan relasional dengan keluarga dan teman. Melihat fenomena ini, diperlukan sebuah upaya baik media maupun digital literasi yang padu, terus menerus dan konsisten. Stikosa-AWS sebagai sekolah tinggi di bidang ilmu komunikasi berkomitmen menjadikan media dan digital literasi sebagai program di bidang pengabdian kepada masyarakat. Penerapannya dilakukan melalui mata kuliah KKL (Kuliah Kerja Lapangan), program media outlook, dan penelitian tentang penggunaan media.

Kata Kunci: remaja, literasi media, internet, media massa


1.         PENDAHULUAN
Literasi media sejatinya bukan barang baru. Literasi media dianggap sebagai luaran dari kegiatan Pendidikan Media (media education). Gerakan ini sudah dimulai 33 tahun yang lalu, berawal dari deskripsi dan definisi UNESCO dalam Konferensi di Grunwald tahun 1982 yang kemudian dilanjutkan sebagai bahan diskusi di Toulouse (1990), Vienna (1999), dan Seville (2002). Unesco dalam konteks ini lebih berfokus pada pendidikan media yang lebih popular dan lebih luas skalanya (Tornero, 2008:103).
Definisi paling mendasar dari gerakan literasi media berasal dari OFCOM, yang menyatakan bahwa literasi media terdiri dari kemampuan mengakses, memahami, dan menciptakan komunikasi dalam berbagai macam konteks. Terdapat 7 (tujuh) area kompetensi yang berhubungan dengan literasi media.
· Penggunaan yang efektif dari teknologi media untuk mengakses, menyimpan, mendapatkan kembali, dan berbagi konten untuk bertemu individu-individu maupun komunitas yang saling membutuhkan dan tertarik;
·    Mengakses dan membuat pilihan-pilihan informasi, berbagai bentuk media dan konten dari budaya-budaya yang bersumber dari institusi dan kebudayaan yang berbeda;
·       Memahami bagaimana dan mengapa isi media diproduksi;
·     Dapat mengkritisi baik dari aspek teknis, bahasa, dan konvensi-konvensi yang digunakan oleh media massa termasuk pesan yang mereka sampaikan;
·  Kreatif menggunakan media untuk mengekspresikan dan mengomunikasikan ide, informasi, dan opini;
·    Mengidentifikasi, menghindari, atau menentang isi media dan layanan yang mungkin tidak seharusnya, menyinggung perasaan, atau merugikan;
·    Menggunakan media dengan efektif dalam pelaksanaan hak-hak demokratis dan tanggung jawab masyarakat sipil (Tornero, 2008:104-105).

2.      LITERASI MEDIA DI INDONESIA
Gerakan literasi media di Indonesia tumbuh sebagai sebuah kesadaran akan hak konsumen mendapatkan informasi yang mendidik dan bermanfaat. Ini adalah fungsi media massa yang melekat, mau atau tidak. Dari  berbagai diskusi yang penulis ikuti misalnya diskusi tentang rating publik yang diselenggarakan oleh AC Nielsen dan mengundang narasumber dari SCTV tahun 2009, rata-rata media massa mengakui adanya kewajiban untuk memberdayakan publik. Namun sisi bisnis yang harus dikembangkan membuat mereka mengabaikan peran tersebut dan memilih menuruti selera rendah pasar. Mendidik, bagi orang SCTV bukanlah tugas mereka. Tugas itu seharusnya ada di tangan keluarga.
Gegap gempita euphoria media massa merupakan salah satu dampak dari kebebasan pers yang lahir pada 1999. Euforia itu terus berlanjut di kemudian hari dan makin riuh dengan kehadiran televisi-televisi swasta dan perkembangan internet.  Tentu tak dapat dielakkan  bahwa komersialisasi industri media massa dibutuhkan agar perusahaan media dapat bertahan dan terus berkembang. Problemnya adalah pada kemampuan masyarakat  untuk memilih dan mengonsumsi isi media dengan cerdas.
Dua subtema dari isi atau konten media massa yang meresahkan adalah kekerasan dan pornografi. Ini bukan hanya di media massa namun juga dalam bentuk permainan-permainan digital (game online). Pada tahun 1967, Gerbner dan rekannya di University of Pennsylvania menyusun indeks kekerasan di televisi dan mulai menghitung adegan atau tayangan yang mengandung kekerasan. Setelah lebih dari tiga dekade, indeks Gerbner tidak menunjukkan perubahan signifikan dalam volume kekerasan yang ditunjukkan. Kekerasan menurut Gerbner memberikan efek negatif bagi masyarakat. Orang akan beranggapan bahwa dunia adalah tempat yang berbahaya ketimbang yang sebenarnya dan cenderung untuk melindungdi dirinya sendiri (Vivian, 2008:494).
Hal-hal inilah yang melatarbelakangi bertumbuhnya gerakan-gerakan literasi media di masyarakat. Jika kita merujuk pada definisi yang dinyatakan oleh Komisi Eropa, literasi media melibatkan berbagai keterampilan dan kemampuan yang berhubungan dengan media, citra, bahasa, dan pesan. Literasi media dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengakses, menganalisis, dan mengevaluasi kekuatan di balik gambar, suara, dan pesan yang kita sekarang kita hadapi setiap hari dan menjadi bagian penting dari budaya kontemporer kita, serta untuk berkomunikasi secara kompeten menggunakan media yang tersedia, secara pribadi. Literasi media berfokus pada seluruh jenis media massa, termasuk televisi, film, radio, dan rekaman musik, media cetak, internet, dan berbagai bentuk komunikasi digital baru lainnya.
Dengan bahasa yang lebih sederhana, literasi media adalah kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi berbagai informasi yang terdapat di dalam media massa dan mengomunikasikannya dalam berbagai macam format.

2.1  Perguruan Tinggi Sebagai Basis Literasi media
Perguruan tinggi dengan program tridarma berupa pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat, merupakan basis yang paling tepat sebagai pegiat literasi media.  Melalui lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat (LPPM), masing-masing perguruan tinggi dapat berperan aktif melakukan upaya-upaya literasi media. Hal ini tentu membutuhkan komitmen dari pemimpin perguruan tinggi, LPPM sebagai organisator kegiatan, dan terutama dosen sebagai pelaksana.
Kegiatan  literasi media di perguruan tinggi dapat menjadi program yang konsisten dan berkelanjutan. Inilah yang membedakan dari komunitas-komunitas informal yang terkadang terkendala pendanaan dalam pelaksanaannya. Dalam perguruan tinggi, dana untuk melaksanakan kegiatan dapat berasal dari beberapa sumber: pertama, dana institusi sebagai bagian dari program pengabdian masyarakat. Kedua, dana dari pihak ketiga yang bersedia menjadi sponsor. Ketiga, perguruan tinggi dapat memanfaatkan dana hibah dari pemerintah baik untuk penelitiannya maupun untuk program pengabdian masyarakatnya.

2.2 Literasi media di Stikosa-AWS
Stikosa-AWS adalah sekolah tinggi yang lahir sebagai bentuk keprihatinan terhadap kualitas jurnalis pada tahun 60-an. Saat itu banyak jurnalis yang tidak memiliki pendidikan formal. Keprihatinan itu memicu para petinggi PWI Jawa Timur dan Surabaya Post, sebagai koran terbesar saat itu untuk membidani lahirnya lembaga pendidikan Stikosa-AWS. Sebagai sebuah kampus komunikasi, Stikosa-AWS merasa bahwa tugas menyadarkan masyarakat untuk ‘melek media’ ada di pundaknya. Maka, mulai tahun 2010, program literasi media menjadi salah satu program pokok dalam bidang pengabdian masyarakat. Beberapa bentuk kegiatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
Program awal yang dilakukan adalah dengan melakukan penelitian tentang media habbit atau kebiasaan bermedia masyarakat. Penelitian ini dilakukan saat pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang berlangsung setiap semester genap. Hasil dari penelitian ini kemudian dipaparkan saat diskusi dan seminar literasi media. Ada kalanya seminar dilakukan dengan objek massa perempuan melalui komunitas ibu-ibu PKK (dasawisma). Kali lain seminar dilakukan dengan objek massa remaja lewat karang taruna, atau masyarakat umum. Dalam kegiatan literasi media, Stikosa-AWS bekerja sama dengan lembaga lain terutama sebagai pemateri/narasumber misalnya dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur.

Tabel 1. Daftar kegiatan terkait literasi media yang telah dilakukan sbb.:
No
Nama Kegiatan
Tahun Pelaksanaan
Tempat
Sasaran
Keterangan/Narasumber
1
Penelitian Bersama “Potret Sinetron Remaja 2009”
2009
Masing-masing perguruan tinggi
Seluruh sinetron remaja selama 2009
Merupakan kegiatan penelitian bersama beberapa perguruan tinggi dan YPMA Jakarta
2
Focus Group Discussion Literasi media
2011
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra Surabaya
Seluruh perguruan tinggi  yang terlibat dalam penelitian bersama YPMA
Perguruan tinggi yang hadir berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan literasi media melalui lembaganya
3
Seminar Literasi media
Juni 2013
Dusun Bulukerto, Batu, Malang
Masyarakat Umum/warga desa
Diva Claretta, M.Si  & Donny Maulana Arief, S.Sos KPID Jatim)
4
Workshop Media & Digital Literasi
Juni 2013
Dusun Bulukerto, Kecamatan Batu, Malang
Ibu-Ibu PKK
Dosen Stikosa-AWS
5
Seminar
”Kiat
Meyikapi
Pengaruh
Multimedia
terhadap
Anak”
2014
Bakesbanglitpol Surabaya
Kepala Sekolah SMP dan SMA Kota Surabaya
Dosen Stikosa-AWS
6
Workshop Literasi media
Juni 2014
Dusun Kungkuk, Kecamatan Batu, Malang
Ibu-Ibu PKK
Dosen Stikosa-AWS
7
Penelitian tentang penggunaan media sosial di kalangan remaja
Oktober 2014
Surabaya
Remaja
LPPM
7
Workshop Membangun Radio Komunitas
Juni 2015
Dusun Bendosari, Pujon, Malang
Karang Taruna
Dosen Stikosa-AWS
8
Penelitian tentang Media Habbit di Masyarakat Pedesaan
Juni 2015
Dusun Bendosari
Warga Dusun
Dosen Stikosa-AWS bersama mahasiswa
9
Talkshow Bincang Media di JTV
2 minggu sekali setiap Senin malam
Surabaya
Masyarakat Jawa Timur
Dosen: Dra. Sirikit Syah, M.A.

2.3 Kaleidoskop Media dan Pernyataan Sikap
Bentuk kegiatan lain yang dilakukan adalah dengan menyelenggarakan  kegiatan “Media Outlook” setiap akhir tahun. Kegiatan ini dilakukan dengan mengundang stake holder yang relevan, bertujuan mengevaluasi dan mereview apa yang terjadi di dunia media massa dan menyampaikan hasil rekomendasinya kepada pihak-pihak yang  terkait baik dari instansi pemerintah sampai pada industri media massa.
Pada tanggal 6 Januari 2014, Stikosa-AWS menyelenggarakan kegiatan Kaleidoskop Media 2013 dan Media Outlook 2014. Dihadiri oleh para pemerhati media dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Surabaya, dosen-dosen dari kampus komunikasi di Surabaya, staf dari Biro Humas Pemerintah Kota Surabaya, dan Komisioner KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Jawa Timur, kegiatan ini menghasilkan pembentukan Forum Pemerhati Media Jawa Timur. Dari kegiatan ini forum juga menghasilkan pernyataan sikap dan sekaligus rekomendasi untuk para praktisi dan industri media. Berikut pernyataan sikap beserta rekomendasinya.


Pernyataan Sikap Forum Pemerhati Media Jawa Timur

Dengan ini, kami FORUM PEMERHATI MEDIA JAWA TIMUR menyatakan keprihatinan akan berbagai permasalahan media massa Indonesia. Berdasarkan refleksi perjalanan media di tahun 2013, kami menengarai adanya upaya mempolitisasi media massa. Media yang seharusnya berpihak pada kepentingan publik, kini diseret-seret oleh kepentingan penguasa modal dan dijadikan corong ampuh komunikasi politik.
Untuk itu, kami meminta kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Jawa Timur, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur untuk melaksanakan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap isi media massa.
Sebagai bagian dari publik, kami menuntut isi media yang berpihak kepada masyarakat dan tidak menjadi pejuang kepentingan sebagian orang, apalagi kepentingan untuk merebut kekuasaan. Kami juga memintak seluruh lembaga yang kami sebutkan diatas bekerja maksimal dalam melindungi kebebasan pers dalam arti yang sebenar-benarnya.
Surabaya, 13 Januari 2014,
FORMED JATIM
1.      Ismojo Herdono (Ketua Stikosa-AWS)
2.      Wolly Baktiono (PRSSNI Jawa Timur; Dosen Stikosa-AWS) :
3.      Tjuk Suwarsono (Konsultan PR, Dosen Stikosa-AWS) :
4.      Yokhanan Kristiono (Dosen Stikosa AWS, Web Designer)
5.      Mas’ud Sukemi (Dosen Stikosa-AWS)
6.      Atho’illah (LBH Pers Surabaya)
7.      Ian (Jurnalis Gapura)
8.      Zyaifudin Dzuhrie (Didin) KPID/2013 (dosen IAIN & Kopertis wilayah 4 mojokerto)
9.      Surochiem Abdussalam (Dosen Universitas Trunojoyo Madura; mantan komisioner KPID)
10.  Zainal Arifin Emka (mantan Wapimred Surabaya Post, Dosen Stikosa-AWS)
11.  Finsentius Yuli Purnama (Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Widya Mandala)
12.  Eko Rinda (KPID Jatim)
13.  Risa (Humas Pemkot)
14.  Arief Lukman Hakim (Biro Humas Pemrov)
15.  Maulana Arief/Donny ( Ketua KPI Jatim)
16.  Amin Istighfarin (Yayasan Prapanca)
17.  Sirikit Syah (Lembaga Konsumen Media dan Dosen Stikosa-AWS)
18.  Ratna Puspita Sari (Dosen AWS)
19.  Suprihatin (Dosen AWS)
20.  Putri Aisyiyah (Dosen Stikosa-AWS)

Sedangkan beberapa catatan yang dikumpulkan melalui forum diskusi tersebut adalah sebagai berikut:
Pada 6 Januari 2014 Stikosa-AWS mengundang para pemerhati media di Jawa Timur untuk melakukan refleksi perjalanan media di tahun 2013. Beberapa hal yang menjadi catatan di forum ini adalah:
1.      Selama tahun 2013, eksploitasi media sebagai kendaraan politik banyak dilakukan. Dan, tren ini ditengara akan berlanjut dan semakin nyata sepanjang 2014, terutama menjelang Pilpres 2014.
2.      Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh media massa yang keluar dari fungsi pokoknya, utamanya media broadcasting. Masih belum ada sanksi tegas pada media broadcast yang melakukan pelanggaran, sehingga dalam hal ini fungsi KPI dipertanyakan
3.      KPI kurang menyoroti pelanggaran yang bersifat fundamental, KPI hanya berkutat pada isi  acara yang bersifat hiburan dan infotaiment.
4.      Ada beberapa informasi umum yang  perlu pengawasan seperti: isu-isu korupsi, teror, politik. Pada beberapa media banyak terjadi kasus kesalahan pemberitaan.
5.      Kasus penyadapan Wikileaks adalah fenomena menarik di 2013. Fenomena ini bisa menjadi indikator kemajuan kebebasan pers atau justru menjadi  petanda mundurnya etika jurnalisme.
6.      Selama 2013, media online Indonesia (portal berita online) dalam pemberitaannya banyak yang keluar dari kode etik jurnalistik: menayangkan sadisme, pencemaran nama baik, dan menggunakan narasumber yang tidak valid.

2.4 Format Program Literasi Media
Berdasarkan program-program yang telah dijalankan, penulis merasakan bahwa bentuk diseminasi semacam seminar yang bersifat satu arah kurang cocok digunakan. Sebab, audiens cenderung pasif dan hanya menerima informasi. Walaupun narasumber yang dihadirkan adalah orang-orang yang berkompeten dan memang bekerja di bidang pengawasan media semacam KPID. Maka Stikosa-AWS melalui LPPM mengembangkan sendiri format program untuk kegiatan literasi media yang dapat diduplikasi dan dikembangkan oleh lembaga lain sesuai karakteristik audiens. Pertama, kegiatan bisa diawali dengan penelitian untuk mengetahui kebiasaan bermedia masyarakat. Kedua, hasil dari penelitian tersebut didiseminasikan melalui seminar atau diskusi. Ketiga, kegiatan ditindaklanjuti dengan training of trainer (ToT). Diharapkan mereka yang mengikuti pelatihan dapat menularkan pengetahuannya kepada yang lain dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diharapkan pesertanya adalah orang-orang yang dianggap memiliki kekuatan untuk mengubah lingkungannya.

Format program yang dimiliki Stikosa-AWS sebagai berikut:

Tabel 2.  Deskripsi Kegiatan
NO
KEGIATAN
DESKRIPSI
WAKTU
1.
Pembukaan
Pemutaran Film/sinetron
DPL
Sampel film |fasilitator:
15 menit
2.
Diskusi /tanya jawab
Fasilitator:
15-30 menit
3.
Role Play
Fasilitator: Titien
15 menit
4.
Latihan memilih program
Fasilitator:
15 menit
5.
Pembahasan & Perumusan
Fasilitator:
15 menit

Dalam diskusi dibutuhkan pertanyaan panduan agar diskusi terarah dan fokus. Format yang digunakan misalnya sbb.

      Kalau di rumah siapa yang pegang remote televisi bu?
      TV di rumah ada berapa?
      Penempatannya di mana saja?
      Jam berapa mulai menyalakan TV?
      Kalau menonton televisi bersama siapa?
      Tayangan apa yang disukai? Kenapa?
      Jam berapa TV dimatikan?
      Stasiun TV mana yang paling menarik?
      Mengapa?
      Artis/Tokoh favorit?
      Isu paling aktual?
      Dll (dikembangkan berdasarkan hasil diskusi)

Dalam format role play, dilakukan latihan identifikasi program bagi orang tua yaitu dengan melakukan pendampingan saat anak-anak menonton televisi atau bermain games. Contoh format yang digunakan sbb.:
Tabel 3. Klasifikasi dan Identifikasi Tayangan Untuk Anak
Berbahaya!
Hati-Hati
Aman

3.      PENUTUP
Kegiatan literasi media dan termasuk di dalamnya literasi digital perlu dikembangkan lebih komprehensif  dengan bergandengan tangan bersama lembaga lain. Dengan demikian kegiatannya akan bersifat  masif, terus menerus, dan konsisten.



DAFTAR PUSTAKA
Carlsson, Ulla, S. Tayie, G.J.Delaunay, dan J.M. Tornero. 2008. Empowerment Through Media Education. Hal. 103-105.
Suprihatin. 2014. Media Sosial dan Perubahan Budaya Membaca. Hal. 65.
Suprihatin, dan J. Kristiyono. 2015. Pola Penggunaan Media di Kalangan Masyarakat Pedesaan.

Vivian, John. 2008. Teori Komunikasi Massa. Hal. 494.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Media Sosial dan Perubahan Budaya Membaca Pada Remaja

Abstrak Berdasarkan Survei Data Global Web Index, Indonesia adalah negara yang memiliki pengguna sosial media yang paling aktif di Asia. Indonesia memiliki 79,7% pengguna aktif di media sosial mengalahkan Filipina 78%, Malaysia 72%, Cina 67%. Angka ini sejalan dengan  pertumbuhan statistik tentang perkembangan internet di Indonesia yang mencapai 15% atau 38,191,873 pengguna internet dari total populasi kita 251,160,124. Dari jumlah pengguna internet tersebut sejumlah 74% mengakses media sosial melalui mobile/smartphone dengan durasi penggunaan sekitar 2-3 jam per hari. Masih dari sumber data yang sama, Facebook masih merajai media sosial di Indonesia dengan jumlah pengguna mencapai 25% atau sekitar 62.000.000 orang. Setelah itu menyusul Twitter, Google Plus dan Linkedin. Data-data ini memperlihatkan kepada kita perubahan pola manusia mengonsumsi dan menggunakan media. Perubahan pola konsumsi dan penggunaan media ini pada akhirnya berkaitan dengan perubahan kebiasaan atau budaya ...

Teknologi, Media, dan Globalisasi

TEKNOLOGI, MEDIA, DAN GLOBALISASI Suprihatin Stikosa-AWS Perubahan citra teknologi komunikasi didorong untuk bisa menciptakan adopsi inovasi. Adapun adopsi teknologi inovasi itu meliputi pemanfaatan komparatif prakt i k hidup, kompatibilitas nilai dengan kebutuhan masyarakat, kesederhanaan pemakaian, dan ke tersedia an setiap saat . Surabaya, 2013 TEKNOLOGI, MEDIA , DAN GLOBALISASI Abstrak Revolusi komunikasi berkembang dengan dasar asumsi bahwa komunikasi merupakan unsur yang vital dalam kehidupan manusia (Rogers, 1986; Naisbitt, 2001; Straubhaar, 2002). Ketika informasi menjadi salah satu unsur konstitutif dalam suatu masyarakat, maka masyarakat mulai “mau tidak mau” membuka diri pada media massa dan komunikasi global. Perputaran produksi, konsumsi , dan distribusi informasi , semakin cepat dialami dan dimiliki oleh sistem masyarakat baru yang global , yang didukung oleh kekuatan dan eks...

Paras Media Massa 2016 Dalam Kacamata Etika Jurnalisme*

Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana isi pemberitaan di media massa cetak sepanjang 2016. Penelitian berfokus pada koridor etika jurnalistik sebagai standar norma bagi media. Jika kini pers tidak lagi terbelenggu oleh tirani rezim pemerintahan yang otoritatif, apakah pers menjadi lebih baik? Apakah tanpa tekanan pers mampu menjaga fungsi dan hakikatnya sebagai pilar keempat demokrasi? Penelitian diawali dengan membentuk tim peneliti. Koordinator penelitian kemudian bersama tim menentukan periode penelitian  yakni 12 bulan sepanjang 2016. Tim kemudian memilih objek yang akan diteliti dan kemudian disepakati ada 5 media cetak yang dipilih berdasarkan pertimbangan representasi atau keterwakilan media massa khususnya di Jawa Timur. Terpilihlah Jawa Pos, Surya, Duta Masyarakat, Bhirawa, dan Sindo. Melalui skema random sampling maka ditentukanlah sampel penelitian dari kelima media tersebut yakni antara 5-7 edisi setiap bulan selama 12 bulan. Dari sampel terpilih t...